Mengenal Kitab al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab ; Kitab Besar Fiqih Mazhab Asy-Syafi‘iy

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Kitab ini sangat populer dikalangan para ulama fiqih khususnya, dan dikalangan para penuntut ilmu, banyak ulama fiqih kontemporer menjadikan kitab al-Majmū’ ini sebagai rujukan, kitab ini tergolong kitab fiqih besar dan penting kedudukannya dalam mazhab asy-Syafi’iy, sebagaimana besar dan pentingnya kedudukan kitab al-Mughniy dalam mazhab al-Hambaliy yang disusun oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisiy (541-620 H).

Kitab al-Majmū’ ini termasuk kitab fiqih muqārin (komparatif) yang masyhur dan banyak tersebar dikalangan ulama dan para penuntut ilmu.

Tahukah antum siapa penulis kitab al-Majmū’ yang sangat masyhur ini ? Banyak orang mengira kitab ini adalah buah karya mandiri al-Imam an-Nawawi rahimahullah penyusun beberapa kitab populer lainnya seperti kitab Hadis Arba‘īn, kitab al-Adzkār dan kitab Riyādhus Shālihīn.

Sangkaan kebanyakan orang yang menganggap kitab al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab ini adalah buah karya mandiri al-Imam an-Nawawi tidaklah benar alias keliru.

Kitab al-Majmū’ ditulis oleh 3 orang ulama, dan yang memulai adalah an-Nawawi, nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi asy-Syafi’iy asy-Syamiy (631-676 H), kemudian dilanjut oleh as-Subkiy, nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Abd al-Kāfi as-Subkiy asy-Syafi‘iy al-Mishry al-Khazrajiy al-Anshariy (683-756 H) kemudian disempurnakan oleh al-Muthī‘iy, nama lengkapnya Muhammad Najīb al-Muthi‘iy bin Ibrahim asy-Syafi‘iy al-Mishriy (1324-1406 H) semoga Allah senantiasa merahmati ketiganya.

Menurut keterangan Syaikh Abd al-Azīz bin Muhammad bin Abdillah as-Sadhān rahimahullah dalam kitab Ma‘ālim fī Tharīqi Thalabi al‘Ilmi halaman 83-84, bahwa al-Imam an-Nawawi adalah tokoh yang pertama kali memulai menulis kitab al-Majmū’ sebagai syarh atas kitab al-Muhadzdzab karya as-Syairāziy (393-476 H), dari mulai bab pertama sampai bab riba, kitab al-buyū’, dari jilid pertama sampai bagian akhir jilid ke-9, kemudian dilanjutkan oleh al-Imam as-Subkiy, mulai bab riba sampai bab ar-radd bi al-Aib kitab al-Buyū’ atau dari jilid ke-10 sampai jilid ke-11, dan disempurnakan oleh al-Imām al-Muthī‘iy mulai dari bab Bai‘u al-Murābahah jilid ke-12 sampai bagian akhir kitab yaitu jilid ke-23.

Dengan demikian ketika kita merujuk kepada kitab al-Majmū’ tidak otomatis apa yang ada dalam kitab al-Majmū tersebut adalah qaulnya al-Imam an-Nawawi rahimahullah, tergantung bab apa yang sedang kita bahas. Kepada para penuntut ilmu, penting memperhatikan masalah ini, agar kita tidak keliru dalam menukil qaul ulama. Semoga bermanfaat. [] @AHU

*** ***
Sampangan Lor,
Rabu, 21 Muharram 1442 H / 9 September 2020 M.

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Jogja.

Dipublikasi di INFO KITAB ULAMA | Meninggalkan komentar

DALAMNYA NERAKA JAHANNAM

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Neraka Jahannam itu sangat dalam, mereka yang berada dikerak neraka paling bawah adalah orang-orang munafik (dengan nifak i’tiqadiy), sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an ;

قال الله تعالى : إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ فِی ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمۡ نَصِیرًا. (سُورَةُ النِّسَاءِ: ١٤٥)

Artinya : “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka,” (QS. An-Nisā : 145)

SEBERAPA DALAM NERAKA JAHANNAM ?

Tentang dalamnya neraka jahanam dijelaskan dalam salah satu hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu berikut ini :

عَنْ  أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَسَمِعْنَا  وَجْبَةً ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَتَدْرُونَ مَا هَذَا ؟ “. قُلْنَا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : ” هَذَا حَجَرٌ أُرْسِلَ فِي جَهَنَّمَ مُنْذُ سَبْعِينَ  خَرِيفًا ، فَالْآنَ انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا “. ( أخرجه أحمد في مسنده)

Dari Abu Hurairah berkata, Pada suatu hari ketika kami sedang berada bersama Rasulullah ﷺ, kami mendengar suara benda yang jatuh hingga Nabi ﷺ bersabda, “Apakah kalian tahu suara apa ini?” mereka menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui, “maka beliau bersabda, : “Ini adalah batu yang lemparkan ke jahanam sejak tujuh puluh tahun lalu dan sekarang baru sampai ke dasarnya.” (HR. Ahmad dalam kitab Musnadnya)

TAKHRĪJ AL-HADĪTS

Hadis ini sanadnya berdasarkan syarat Imam Muslim, ada beberapa riwayat pendukung yang menguatkan hadis ini, dengan sedikit perbedaan redaksi, yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu, diantaranya dikeluarkan dalam beberapa kitab berikut ini ; Kitab Shifatu an-Nār karya Ibnu Abi ad-Dunya, Kitab Musnad Abi Ya’lā, Kitab Syarh as-Sunnah karya Imam al-Baghawiy rahimahullāh, dan di shahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth, juga dalam kitab al-Kāmil fī ad-Dhua’fā karya Ibnu Adiy, beliau memberikan catatan, bahwa dalam hadis ini ada perawi bernama Hamād bin Yahyā al-Abh, dan dia adalah diantara orang yang hadis-hadisnya ditulis atau diterima (mimman yuktabu hadītsuhu).

KESIMPULAN HADIS

Hadis diatas menjelaskan diantaranya tentang seberapa dalam neraka jahannam, yaitu sedalam perjalanan sebuah batu yang dilemparkan kedalam neraka jahannam, dan baru sampai ke dasar nereka jahannam setelah 70 tahun lamanya.

Saking dalamnya, neraka jahannam itu tidak penuh-penuh, walaupun telah banyak manusia dan jin yang dilemparkan ke dalamnya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini :

قال الله تعالى : یَوۡمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ ٱمۡتَلَأۡتِ وَتَقُولُ هَلۡ مِن مَّزِیدࣲ. (سُورَةُ قٓ: ٣٠)

Artinya : (Ingatlah) pada hari (ketika) Kami bertanya kepada Jahanam, “Apakah kamu sudah penuh?” Ia menjawab, “Masih adakah tambahan?” (QS. Qāf : 30)

KAPAN PENUHNYA ?

Berdasarkan ayat 30 dari QS. Qāf diatas, terdapat isyarat bahwa neraka jahannam selalu minta tambahan, setiap kali ditanya oleh Allah apakah kamu sudah penuh ?, jahannam selalu menjawab apakah masih ada tambahan ?

Meskipun demikian, jahannam pun pada akhirnya penuh juga, setelah Allah ta’ālā meletakkan kaki-Nya didalam neraka tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut;

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا تَزَالُ جَهَنَّمُ يُلْقَى فِيهَا وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيهَا قَدَمَهُ، فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ وَتَقُولُ قَطْ قَطْ. (أخرجه أحمد، البخاري، مسلم، الدارمي، واللفظ لمسلم).

Artinya : Dari Anas bin Malik dari Nabi ﷺ bersabda, “Neraka jahanam senantiasa dilempari kedalamnya dan ia selalu berkata, ‘Masih adakah tambahan?’ hingga Allah Rabbul ‘Izzah meletakkan kaki-Nya kemudian sebagiannya terhimpit dengan sebagian yang lain, neraka pun berkata, “Cukup, cukup demi keagungan dan kemuliaan-Mu…” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan ad-Dārimī, redaksi ini dari Muslim).

Demikian keterangan tentang dalamnya neraka jahannam, berdasarkan informasi yang kami baca dari beberapa kitab, diantaranya dalam kitab Washfu al-Jannati wa an-Nār min Shahīhi as-Sunnati wa al-Akhbār, karya Syaikh Wahīd Abd as-Salām Bālī Hafizhahullāh, Semoga Allah menjauhkan kita dari siksa api neraka, dan memasukkan kita semua kedalam sorga-Nya yang dijanjikan hanya untuk orang-orang mukmin yang bertaqwa. [] @AHU.

*** ***

Sampangan Lor, 

Jumat, 07 Rajab 1445 H / 19 Januari 2024 M

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Yogyakarta. 

Dipublikasi di KAJIAN HADIS | Meninggalkan komentar

DIANTARA CARA UNTUK MENJAGA DIRI DARI MUSIBAH YANG DATANG TIBA-TIBA

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Musibah bisa datang kapan saja, setiap kita tidak ada yang tahu, apa yang sudah Allah tetapkan pasti terjadi pada kita, yang apabila sudah terjadi itulah taqdir kita, yang tidak bisa lagi dihindari.

Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sudah mencontohkan dan mengajarkan para sahabat radhiyallāhu ‘anhum ajma‘īn, dan tentu ini juga menjadi contoh dan ajaran untuk kita semua selaku umatnya, tentang amalan atau dzikir apa yang sebaiknya dibaca untuk menjaga diri kita yang lemah ini, dari berbagai musibah yang mungkin menimpa kita secara tiba-tiba.

Amalan atau dzikir yang dimaksud adalah dzikir berikut ini ;

بسمِ اللهِ الذي لا يَضرُ مع اسمِه شيءٌ في الأرضِ ولا في السماءِ وهو السميعُ العليمِ. 

Bismillāhilladzī lā yadhurru ma’asmihi syai’un fil Ardhi wa lā fis samāi wa huwas samī’ul ‘alīm.

Dengan menyebut nama Allah yang (apabila kita senantiasa) bersama nama-Nya, tidak ada sesuatu pun yang bisa membahayakan (kita) tidak dibumi juga tidak dilangit, Dialah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Inilah amalan atau dzikir yang dimaksud, yang apabila kita amalkan setiap hari, setiap pagi dan sore kita baca sebanyak 3 kali, maka kita tidak akan tertimpa musibah atau balaa yang datang tiba-tiba.

Amalan dzikir ini dijelaskan dalam hadis Nabi shallallāhu’alaihi wa sallam, riwayat sahabat Utsman bin Affan radhiyallāhu ‘anhu dalam hadis yang dikeluarkan oleh Imam yang 5, yaitu Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasā’i dan Ibnu Majah, dan hadis ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahīh Sunan Abi Dawud.

عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : مَن قال: بسمِ اللهِ الذي لا يَضرُ مع اسمِه شيءٌ في الأرضِ ولا في السماءِ وهو السميعُ العليمِ. ثلاثُ مراتٍ، لم تصبْه فجأةُ بلاءٍ حتى يُصبحَ، ومَن قالها حينَ يُصبحُ ثلاثَ مراتٍ لم تُصبْه فجأةُ بلاءٍ حتى يُمسي.

Dari Utsman bin Affan radhiyallāhu’anhu dia berkata : Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang mengucapkan (disore hari) : Bismillāhilladzī lā yadhurru ma’asmihi syai’un fil Ardhi wa lā fis samāi wa huwas samī’ul ‘alīm. sebanyak 3 kali, maka dia tidak akan tertimpa musibah (balaa) yang datang tiba-tiba sampai pagi, dan siapa saja yang membacanya ketika pagi sebanyak 3 kali, maka dia tidak akan tertimpa musibah (balaa) yang datang tiba-tiba sampai sore hari.

Semoga kita dimudahkan Allah subhānahu wa ta’ālā untuk mengamalkan ilmu ini secara Istiqomah, nafa’aniyallāhu wa iyyākum bi hadza adz-dzikri al-Azhīm. [] @AHU.

*** ***

Sampangan Lor,

Jum’at, 16 Jumādal Ākhirah 1445 H / 29 Desember 2013 M

*) Penulis adalah Pegiat Kajian Al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Jogja.

Dipublikasi di KAJIAN HADIS | Meninggalkan komentar

MENJAUHI AHLUL BID’AH 

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Dalam kitab Syarh Lum’atil I’tiqād al-Hādiy ilā Sabīlī Ar-Rasysyād karya Muhammad bin Shālih al-Utsaimīn rahimahullāh pada halaman 113, dijelaskan bahwa meninggalkan atau menjauhi ahlul bid’ah hukumnya wajib. Syaikh Ibnu al-Utsaimīn mengatakan ;

وهجران أهل البدعة واجب.

Dan menjauhi ahlul bid’ah itu adalah wajib

Dalilnya adalah firman Allah subhānahu wa ta’ālā dalam surah al-Mujādilah [58] ayat 22.

لَّا تَجِدُ قَوۡمࣰا یُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ یُوَاۤدُّونَ مَنۡ حَاۤدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوۤا۟ ءَابَاۤءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَاۤءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَ ٰ⁠نَهُمۡ أَوۡ عَشِیرَتَهُمۡۚ…(سورة المجادلة : ٢٢)

Artinya ; “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat; saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya…”

Ahlul bid’ah adalah orang-orang yang -disadari atau tidak- telah melakukan penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya, dimana mereka telah menyelisihi perintah Allah untuk ittibā’ (mengikuti) Rasulullāh shallallāhu alaihi wa sallam, dan perintah Rasūlullāh shallallāhu alaihi wa sallam untuk berpegang teguh kepada Sunnahnya, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallāhu alaihi wa sallam.

Oleh karenanya kita wajib menjauhi ahlul bid’ah, dan tidak berkasih sayang dengan mereka, walaupun mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan kita, seperti bapak kita, atau anak kita, atau saudara kita, atau keluarga kita sendiri.

PENGECUALIAN

Tetapi jika kita berdekatan atau bermajlis dengan ahlul bid’ah tersebut bisa mendatangkan kemaslahatan, seperti dalam keadaan kita mampu menjelaskan mana yang benar, dan mana yang sesuai dengan sunnah, serta mampu mengingatkan mereka dari bahaya perbuatan bid’ah, maka tidak mengapa kita bermajlis dengan mereka, selama syarat diatas bisa kita penuhi, dasarnya adalah firman Allah subhānahu wa ta’ālā dalam QS. An-Nahl [16] ayat 125.

قال الله تعالى : ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِیلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَـٰدِلۡهُم بِٱلَّتِی هِیَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِیلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ. (سُورَةُ النَّحۡلِ: ١٢٥)

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmahdan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16] : 125).

Semoga bermanfaat. [] @AHU

Dipublikasi di KAJIAN AQIDAH & TAUHID | Meninggalkan komentar

ADAB KETIKA MENDENGAR HADIS YANG SUDAH KITA KETAHUI

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Ketika seorang Thalib (penuntut ilmu) mendengar gurunya menyampaikan suatu hadis yang sudah dia ketahui, maka sebaiknya diam dan mendengarkan dengan baik, tidak perlu nyaut untuk menunjukan bahwa diri sudah tahu. 

Para ulama salafus shalih, betul-betul memperhatikan masalah penting ini, ada beberapa riwayat yang dinukil dari mereka, terkait masalah ini, diantaranya riwayat berikut ini ;

Riwayat dari Khalid bin Sofwan seorang tokoh penting kelahiran Bashrah tahun 55 Hijriyah dan wafat tahun 145 Hijriyah, seorang khatib yang sangat fasih dan populer di dua zaman, yaitu zaman Daulah Umawiyyah dan Daulah Abbasiyah, ia pernah menjadi utusan penduduk Iraq untuk bertemu dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. 

Diantara keistimewaannya ketika dia menyampai khutbah, orang akan terdiam karena kefasihan khutbahnya, dan retorikanya yang memukau, bahkan saat ia menyampaikan khutbah, akan terdiam pula para penentangnya.

Kalimat dibawah ini adalah salah satu nasehat penting dari Khalid bin Sofwan untuk siapapun, terutama untuk mereka para penuntut ilmu.

عن خالد بن صفوان قال : إذا رأيت محدثا يحدث حديثا قد سمعته، أو يخبر خبرا قد علمته، فلا تشاركه فيه، حرصا على أن تعلم من حضرتك أنك قد علمته، فإن ذلك حفة وسوء الأدب.

Dari Khalid bin Sofwan dia berkata ; Jika kamu melihat seseorang (Ahli Hadis) menyampaikan suatu hadis, yang kamu pernah mendengarnya, atau dia menyampaikan sesuatu yang sudah kamu ketahui, maka janganlah kamu membersamainya (ikut menyampaikannya), karena ingin supaya kamu diketahui oleh orang yang ada dihadapanmu bahwa kamu sudah tahu, karena perbuatan tersebut adalah kehinanaan dan adab yang buruk.

Riwayat ini disebutkan dalam kitab al-Jami’ karya al-Khatib al-Baghdadiy dan dikutip oleh Dr. Anas Ahmad Karzūn dalam kitab Adab Thalib al-Ilmi ; Manhaj Tarbawiy Taujīhiy lil Ma’āhud al-Qur’aniyyah, halaman 52.

Berdasarkan riwayat diatas, diantara faidah penting yang bisa kita ambil adalah ; bahwa diantara adab dalam mendengarkan hadis atau keterangan yang pernah kita dengar, maka diamlah dan dengarkan dengan baik tanpa perlu ikut mengucapkannya, apalagi jika tujuannya untuk menunjukkan kepada orang lain yang hadir dihadapannya bahwa “saya sudah tahu”. Ma’adzallāhu, semoga Allah melindungi kita dari perbuatan ini. [] @AHU

*** ***

Yogyakarta, 21 Muharram 1445 H / 8 Agustus 2024 M

*) Penulis adalah Pegiat Kajian Al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Jogja.

Dipublikasi di Kajian Akhlak & Adab | Meninggalkan komentar

DO’A YANG SERING DIBACA NABI SHALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM KETIKA MENGHADAPI KESULITAN

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Ada do’a penting yang biasa dibaca oleh Rasūllullāhi shallallāhu’alaihi wa sallam, ketika beliau menghadapi kesulitan atau kesempitan dalam urusan dunia.

Dan tentu saja ini sangat penting untuk kita hapalkan, karena setiap kita ada kemungkinan menghadapi kesulitan dalam mengarungi kehidupan ini, atau merasakan betapa sempitnya dunia ini.

Dalam keadaan demikian maka berdo’alah dengan do’a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menghadapi kesulitan, atau kesempitan dunia, do’a ini disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu ‘anhumā berikut ini ; 

عن عبدالله بن عباس رضي الله عنه : أنَّ رَسولَ اللَّهِ ﷺ كانَ يقولُ عِنْدَ الكَرْبِ: لا إلَهَ إلّا اللَّهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ، لا إلَهَ إلّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لا إلَهَ إلّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَواتِ ورَبُّ الأرْضِ، ورَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ. (أخرجه البخاري ومسلم واللفظ البخاري)

Bahwasannya Rasulullah shallallāhu’alaihi wa sallam beliau sering berdo’a ketika sedang dalam menghadapi kesulitan (dengan do’a ini) ; Lā ilāha illallāhu al-Azhīmul Halīm, lā ilāha illallāhu Rabbul ‘Arsyil ‘Azhīm, lā ilāha illallāhu Rabbus Samāwāti wa Rabbul Ardhi wa Rabbul Arsyil Karīm. (Yang artinya) : Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah yang Maha Agung lagi maha Lembut, Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Pemelihara Arsy yang Agung, Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Pemelihara 7 lapis langit dan bumi, dan Pemelihara Arsy yang mulia. (HR. Bukhari dan Muslim, dan redaksi hadis ini dari Bukhari)

Semoga kita dimudahkan Allah ta’ālā untuk bisa mengamalkan ilmu ini, menghapalkan do’a ini, dan mampu mengucapkannya ketika menghadapi setiap ada kesulitan dan kesempitan dalam hidup ini, untuk selanjutnya Allah ta’ālā segera memudahkan dan melapangkan segala masalah yang menyulitkan hidup kita. []

*** ***

Wirosaban Yogyakarta, 

Senin, 13 Muharram 1445 H / 31 Juli 2023 M.

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi tinggal di Jogja.

Dipublikasi di KAJIAN HADIS | Meninggalkan komentar

POHON YANG TUMBUH DI NERAKA 

Gambar Pohon hanya ilustrasi

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Orang kafir tidak percaya kalau di neraka ada pohon yang bisa tumbuh, menurut mereka bagaimana mungkin pohon bisa tumbuh di neraka ? Api itu kan membakar pohon, jadi tidak mungkin pohon bisa tumbuh di neraka.

Itulah yang diyakini oleh Abu Jahal la’natullāhi alaihi untuk membantah informasi yang disampaikan oleh Rasulullāh shallallāhu alaihi wa sallam, 

Disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Jarīr at-Thabariy dari Qatadah rahimahullāh, bahwa Abu Jahal berkata ;

زعم صاحبكم هذا، أن في النار شجرة، والنار تأكل الشجرة.

Teman kalian (Muhammad) mengklaim hal ini, bahwa di neraka ada pohon (zaqum), padahal api itu kan membakar pohon.

Riwayat ini juga di nukil dalam Kitab Tafsir Shafwatul Bayān karya Syaikh Khālid Abdur Rahman al-‘Akk, halaman 448.

Perkataan Abu Jahal ini tujuannya untuk membantah informasi dari Nabi shallallāhu alaihi wa sallam bahwa di neraka itu ada pohon yang tumbuh yaitu pohon zaqum, sebagaimana di terangkan dalam al-Qur’an surah as-Shāfāt ayat 64-65.

قال الله تعالى : إِنَّهَا شَجَرَةࣱ تَخۡرُجُ فِیۤ أَصۡلِ ٱلۡجَحِیمِ – طَلۡعُهَا كَأَنَّهُۥ رُءُوسُ ٱلشَّیَـٰطِینِ. (سُورَةُ الصَّافَّاتِ: ٦٤- ٦٥)

Sungguh, (pohon zaqum) itu adalah pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim, mayangnya (buahnya) seperti kepala-kepala setan. (QS. As-Shāfāt : 64 – 64).

*** ***

Begitulah karakter orang yang hatinya sudah terkunci dari menerima kebenaran, sebagaimana Abu Jahal, dia tetap menolak kebenaran yang di sampaikan oleh Nabi shallallāhu alaihi wa sallam, meskipun kebenaran itu bersumber dari Allah Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu.

Pelajaran Penting 

  1. Ketika sudah ada dalil yang jelas, maka akal harus mengikuti dalil dan tidak boleh menentang dalil.
  2. Menolak kebenaran dari hadis yang maqbul (shahih atau hasan), apalagi menolak kebenaran ayat Allah ta’ālā dengan alasan apapun, termasuk dengan alasan karena tidak sesuai dengan nalar akal manusia, bisa menjerumuskan seseorang kepada kekufuran.

*** ***

Sampangan Lor, Rabu 01 Muharram 1444 H / 19 Juli 2023 M

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi tinggal di Yogyakarta.

Dipublikasi di KAJIAN AL-QUR'AN | Meninggalkan komentar

WAJAH-WAJAH AHLUL BID’AH KELAK NANTI PADA HARI KIAMAT

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Perhatikan penjelasan Ibnu Katsīr ketika membahas bagian awal dari QS. Ali Imrān ayat 106, berikut ini ;

وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ﴾ يَعْنِي: يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حِينَ تَبْيَضُّ وُجُوهُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَتَسْوَدُّ وُجُوهُ أَهْلِ البِدْعَة وَالْفُرْقَةِ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا.

Makna firman Allāh ta’ālāā : (يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ) pada hari ada wajah-wajah yang memutih dan ada wajah-wajah yang menghitam. yaitu pada hari kiamat, ketika wajah-wajah Ahlus Sunnah wal Jama’ah memutih, dan wajah-wajah ahlul bid’ah wal furqah (pemecah belah) menghitam, ini yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbās radhiyallāhu ‘anhu.

Ini adalah penjelasan dari Sahabat Abdullah bin Abbās radhiyallāhu ‘anhumā yang dikutip oleh Ibnu Katsīr dalam tafsirnya.

Oleh karenanya berhati-hatilah dari perbuatan bid’ah sekecil apapun, hindari dan jauhi sebisa mungkin amalan bid’ah, karena selain menjadi sebab terjadinya perpecahan ditengah kaum muslimin, juga diantara akibat buruk dari perbuatan bid’ah sebagaimana diterangkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu ‘anhumā adalah kelak para pelaku bid’ah itu ketika dibangkitkan pada hari kiamat wajah-wajah mereka menghitam, berbeda jauh dengan keadaan mereka yang berusaha untuk senantiasa berpegang teguh dengan sunnah, berusaha agar semua amalnya sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi shallallāhu alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallāhu ‘anhum, maka wajah-wajah mereka memutih.

Semoga Allāh memudahkan kita semua untuk menjauhi semua perbuatan bid’ah, sekecil apapun. [] @AHU

*** ***

Sampangan Lor,
Ahad, 30 Jumādāl Ākhirah 1444 H / 22 Januari 2023 M

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Jogja.

Dipublikasi di KAJIAN AL-QUR'AN | Meninggalkan komentar

ORANG YANG MEMILIKI SELURUH ISI DUNIA

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Siapakah orang yang dianggap memiliki dunia dan seluruh isinya ? Mereka adalah orang yang mendapatkan keamanan dalam hidupnya, ketika berada dirumah, dijalan, atau diluar rumah, dan disetiap tempat, begitu juga dengan keluarganya, selain itu, mereka juga sehat badannya, dan memiliki makanan pokok pada hari-harinya.

Perhatikan hadis Nabi shallallāhu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh sahabat Ubaidillāh bin Muhsin radhiyallāhu ‘anhu berikut ini ;

مَن أصبحَ منكم آمنًا في سربِهِ، مُعافًى في جسدِهِ، عندَهُ قوتُ يومِهِ، فَكَأنَّما حِيزَتْ لَهُ الدُّنيَا.

“Barang siapa di pagi hari aman jiwanya dirumahnya, dan tubuhnya sehat, memiliki makanan pokok pada hari itu, maka seolah-olah dunia telah dihimpun untuknya.”

Hadis diatas dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dalam kitab Sunan keduanya, dan dinilai hasan (yang diterima kehujjahannya) oleh Syaikh al-Albani Rahimahullāh dalam kitab Shahīh at-Tirmidzi.

FAIDAH HADIS

1. Rasa aman, kesehatan badan, dan adanya makanan yang bisa dimakan, adalah nikmat yang wajib di syukuri.

2. Ketiga nikmat yang disebutkan dalam hadis diatas sangat dibutuhkan oleh setiap orang, oleh karenanya jagalah nikmat aman, jagalah kesehatan badan, dan bekerjalah untuk bisa membeli dan memiliki makanan pokok yang bisa dimakan bersama keluarga.

3. Keamanan bisa didapatkan dengan membangun hubungan baik dengan sesama makhluk Allah, dan berakhlak mulia.

4. Kesehatan badan bisa didapatkan dengan menjaga kebugaran tubuh, mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, bergizi, dan berolahraga secara teratur.

5. Bekerja sesuai ketentuan syari’at, dengan izin Allah, bisa menjadi sebab kita mampu membeli atau memiliki makanan yang dibutuhkan oleh diri dan keluarga. [] @AHU

Dipublikasi di KAJIAN HADIS | Meninggalkan komentar

DUA AYAT PENGUSIR SETAN

Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

Ada 2 orang sahabat Nabi shallallāhu ‘alihi wa sallam yang meriwayatkan hadis tentang 2 ayat al-Qur’an yang bisa mengusir setan dari rumah kita, yang apabila kita baca, setan tidak akan berani mendekat kerumah kita, apalagi masuk, itu tidak mungkin, berdasarkan keterangan hadis Nabi shallallāhu ‘alihi wa sallam yang akan kita bahas dalam artikel ini.

Kedua sahabat yang di maksud adalah :

1. An-Nu’man bin Basyir al-Anshāriy radhiyallāhu ‘anhu adalah sahabat yang lahir pada tahun pertama hijriyah, bahkan tercatat dalam sejarah bahwa beliau adalah anak yang lahir pertama kali dari kaum Anshar dalam Islam, setelah 14 bulan Rasulullāh shallallāhu ‘alihi wa sallam berada di Madinah.

Setelah kelahiran an-Nu’man, ibunda beliau datang menghadap Nabi shallallāhu’alihi wa sallam, ibunya adalah saudara kandung dari Abdullāh bin Rawāhah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu’alihi wa sallam memberikan kabar gembira kepada ibunya bahwa Nu’man kelak akan hidup terpuji, matinya syahid dan dia akan masuk sorga, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir rahimahullāh dalam kitab al-Bidāyah wa an-Nihāyah juz ke-8 halaman 244. Beliau wafat tahun ke-65 Hijriyah, dan nama kunyahnya Abu Abdillāh.

2. Syaddād bin Aus radhiyallāhu ‘anhu, berasal dari kalangan Anshar dan suku Khazraj, wafat tahun ke-58 Hijriyah, beliau hidup selama kurang lebih 75 tahun. Orang yang fasih, lembut dan bijaksana, pernah diangkat jadi gubernur di wilayah Hamsh pada masa Umar ibnu al-Khattab jadi khalifah, Abu Darda pernah berkomentar tentang sosok Syaddād bin Aus ini, kata Abu Darda radhiyallāhu ‘anhu :

لكلٌ أمّة فقيه، وفقيه هذه الأمة شداد بن أوس.

“Pada setiap umat ada tokonya yang faqih (orang berilmu), orang berilmunya umat ini adalah Syaddad bin Aus radhiyallāhu ‘anhu.”

Biografi sosok Syaddad bin Aus, ditulis dalam kitab al-Ishābah fī Tamyīzi ash-Shahābah karya Ibnu Hajar al-Asqalāniy, disebutkan juga dalam kitabnya yang lain yaitu kitab Tahdzīb at-Tahdzīb juz 4 halaman 315, dan nama kunyah Syaddad bin Aus adalah Abu Ya’lā.

*** ***

An-Nu’mān bin Basyīr radhiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda ;

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ وَلَا يُقْرَآنِ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ.

“Sesungguhnya Allah telah menulis kitab (Al Qur`an) sejak dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah menurunkan dua ayat darinya sebagai penutup surat Al Baqarah, tidaklah keduanya dibaca dalam rumah selama tiga malam setan akan mendekati rumah tersebut.”

Hadis ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya Kitab Fadhāil al-Qur’ān, beliau berkomentar bahwa hadis ini adalah hadis hasan gharīb. Hadis ini juga dikeluarkan oleh Ahmad bin Hambal, ad-Dārimīy, an-Nasāiy dalam kitab Sunan al-Kubra dan Ibnu Hibbān dalam kitab shahihnya, Syaikh al-Albaniy rahimahullāh menilai hadis ini sebagai hadis yang shahih, beliau jelaskan dalam kitab Shahīh at-Tirmidzi, begitu juga menurut penilaian Syaikh Syu‘aib al-Arnauth bahwa hadis ini shahīh, sebagaimana disebutkan dalam kitab Takhrīj Shahīh Ibnu Hibbān.

Sementara dari jalur periwayatan sahabat Syaddād bin Aus dengan redaksi yang sama disebutkan dalam kitab Fathu al-Qadīr, kitab tafsīr karya asy-Syaukāniy dengan sanad yang jayyid (baik), disebutkan juga oleh al-Haitsamiy dalam kitab Majma‘u az-Zawāid, dengan para perawi yang terpercaya (rijāluhu tsiqāt) juga disebutkan oleh as-Suyūthīy dalam kitab tafsīrnya yang berjudul ad-Dur al-Mantsūr, dengan sanad yang baik.

*** ***

Dalam kitab Hishnu al-Wāqīy karya Syaikh Abdullah bin Muhammad as-Sadhān rahimahullāh pada halaman 7, dibawah judul bab ath-Thāridah li asy-Syaithān li Muddati Tsalātsati Layālin min al-Manzili, (ayat pengusir setan dari rumah selama 3 malam), disebutkan juga hadis riwayat an-Nu’man bin Basyīr diatas, yang dinukil dari kitab al-Mustadrak ‘alā ash-Shahīhain karya al-Hākim, dengan ada sedikit perbedaan redaksi dibagian akhirnya.

Dengan demikian, jika kita ingin mengusir setan dari rumah kita dan “memagari” rumah kita dari setan dan gangguannya, agar dia tidak bisa mendekat apalagi masuk ke rumah kita, maka bacalah selalu 2 ayat dari surah al-Baqarah yaitu mulai dari ayat 285-286 ayat terakhir.

Saat kita membaca 2 ayat terakhir dari QS. Al-Baqarah, maka setan tidak akan berani mendekat ke rumah kita 3 hari lamanya, bagaimana jika kita baca setiap hari ? Apakah setan berani mendekat ke rumah kita ? Tentu tidak bukan ? sebagaimana dijelaskan dalam hadis diatas.

Beginilah redaksi 2 ayat terakhir dari QS. Al-Baqarah yang dimaksud ;

آمَنَ الرَّسُولُ بِما أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ والْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقالُوا سَمِعْنا وَأَطَعْنا غُفْرانَكَ رَبَّنا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ * لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلّا وُسْعَها لَها ما كَسَبَتْ وَعَلَيْها ما اكْتَسَبَتْ رَبَّنا لا تُؤاخِذْنا إِنْ نَسِينا أَوْ أَخْطَأْنا رَبَّنا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنا إِصْرًا كَما حَمَلْتَهُ عَلى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنا رَبَّنا وَلا تُحَمِّلْنا ما لا طاقَةَ لَنا بِهِ واعْفُ عَنّا واغْفِرْ لَنا وارْحَمْنا أَنْتَ مَوْلانا فانْصُرْنا عَلى الْقَوْمِ الْكافِرِينَ. (سورة البقرة : ٢٨٥-٢٨٦).

Semoga bermanfaat, dan semoga bisa kita amalkan, sehingga rumah kita jauh dari gangguan setan, yang dampak positifnya jika setan tidak berani mendekat ke rumah kita, semangat ibadah muncul kembali, rasa malas bisa kita lawan, kecuali jika kita mengikuti hawa nafsu sendiri. [] @AHU

*** ***

Sampangan Lor,
Jum’at, 21 Rajab 1442 H / 5 Maret 2021 M.

*) Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi, tinggal di Jogja.

Dipublikasi di KAJIAN AL-QUR'AN | Meninggalkan komentar

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL, HARAMKAH ?

Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana pandangan ulama yang hidup diakhir abad ke-7 dan awal abad ke-8 Hijriyah, yakni Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yang hidup dalam rentang waktu antara tahun 691 – 751 Hijriyyah.

Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang hukum mengucapan selamat hari raya orang kafir, tentu saja masuk didalamnya ucapan selamat natal, misalnya. Sebagaimana beliau paparkan dalam salah satu karyanya yang berjudul Ahkām Ahli Adz-Dzimmah.

Saya tuliskan dibawah ini kutipan dari ucapan Ibu Qayyim terkait hukum mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir.

قال ابن قيم الجوزية رحمه الله في كتاب أحكام أهل الذمة الجزء ١، والصفحة ١٦١ :

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول: عيد مبارك عليك، أو تهنأ بهذا العيد ونحوه،

فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات، وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب، بل ذلك أعظم إثماً عند الله، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه.

وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك، ولا يدري قبح ما فعل، فمن هنأ عبداً بمعصية أو بدعة أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه.

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullāh dalam Kitab Ahkām Ahli adz-Dzimmah jilid 1, halaman 161 beliau berkata ;

Adapun mengucapkan selamat untuk syiar2 kekufuran yang khusus bagi mereka maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama, misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka, seperti ucapan : “Semoga hari rayamu penuh keberkahan” atau ucapan hari raya yang sejenisnya.

Perbuatan ini jika pelakunya selamat dari kekufuran, (tetapi) ini adalah termasuk perbuatan yang haram, kedudukannya sama seperti mengucapkan selamat atas sujudnya dia kepada salib, bahkan mengucapkan selamat atas hari raya (orang kafir) lebih besar dosanya disisi Allah, dan lebih dimurkai Allah daripada mengucapkan selamat minum Khmar, selamat membunuh, selamat berzina dan ucapan lain yang sejenis dengannya.

Kebanyakan orang yang tak punya ilmu agama, melakukan itu, dia tidak tahu buruknya perbuatan tersebut, barangsiapa yang mengucapkan selamat dengan kemaksiatan, atau kebid’ahan, atau kekufuran, sungguh dia telah menjerumuskan dirinya untuk mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah ta’ālā.  [] @AHU

Dipublikasi di KAJIAN AQIDAH & TAUHID | Meninggalkan komentar